Rumah Tahan Gempa, Aplikasikan Hasil Penelitian Dosen Universitas Narotama

Laporan J. Totok Sumarno 

Kurniawan, S.T.,M.T.,M.Eng.,PhD, dosen Universitas Narotama Surabaya, dan hasil penelitiannya Rumah Tahan Gempa. 

Foto: Humas Universitas Narotama

Penelitian Penggunaan Beton Pracetak Mutu Tinggi Ramah Lingkungan penerima hibah penelitian Kemenristekdikti RI karya Fredy Kurniawan, S.T.,M.T.,M.Eng.,PhD, dosen Universitas Narotama Surabaya, digunakan untuk pembangunan Rumah Tahan Gempa dan diaplikasikan di Lombok pasca gempa. "Rumah Tahan Gempa pertama kali diinisiasi Prof Ir Arief Sabaruddin, Kepala Puslitbang Perumahan dan Pemukiman. Tahun 2017 saya mulai mengenal konstruksi Rumah Tahan Gempa saat membimbing mahasiswa yang ingin membuat penelitian membangun rumah yang murah dan cepat," ujar dosen Teknik Sipil itu. Saat Fredy dan mahasiswa itu menemukan Rumah Tahan Gempa dari berbagai bahan, beberapa diantaranya: rangka baja, rangka kayu, baja ringan, dan panel beton. Saat itulah Fredy mulai tertarik dengan panel beton dan membuat pabrik produksi panel beton yang bernama Rumah Panel Surabaya sejak 2017. "Panel beton adalah beton yang dicetak sedemikian rupa di pabrik. Kualitasnya jelas terjamin karena dicetak di pabrik, kemudian bentuknya modular sehingga bisa disusun sesuai imajinasi layaknya Lego, pembangunannya juga lebih mudah dan cepat karena hanya menggunakan sambungan baut," papar Fredy. Material panel beton terdiri dari rangka besi 8 mm dan 6 mm yang dirangkat dengan penulangan selang-seling. Panel beton harus memenuhi mutu beton yang dianjutkan yaitu K300, serta mengikuti standar nasional Indonesia (SNI). Pembangunan rumah menggunakan panel beton hanya membutuhkan waktu 1 hari untuk penyusunan struktur dan sekitar 3 minggu untuk finishing. Panel beton inilah yang menjadi material utama pembangunan Rumah Instan Sehat Sederhana (RISHA). RISHA telah teruji laboratorium uji gempa yang ternyata mampu menahan getaran hingga 8 skala Richter. "RISHA juga telah teruji secara empiris di Aceh sejak 2004. Di Lombok Utara juga ada RISHA yang telah dibangun sejak 5 tahun yang lalu dan terbukti kuat menahan getaran gempa yang lalu," ujar Fredy. Alumni Heriot Watt University Inggris itu juga menjelaskan bahwa RISHA telah terpasang sebanyak 40.000 unit di seluruh Indonesia sejak 2004. RISHA juga memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar karena pembangunannya melibatkan masyarakat setempat, serta material dasarnya pun menggunakan bahan lokal. Sehingga, masyarakat sekitar mendapatkan dampak ekonomi yang positif. Dari penelitian dan usahanya mengenai panel beton itu, Fredy saat ini menjadi aplikator pembangunan RISHA untuk korban gempa Lombok, khususnya di Lombok Timur dan Lombok Utara. Rencananya, RISHA yang akan dibangun dari proyek Dinas PU itu akan menggantikan keseluruhan rumah yang rusak karena gempa, yaitu berjumlah 32.129. "Tapi saat ini masih fokus membuat sekitar 3.000 sampai 4.000 rumah di Lombok Timur dan Lombok Utara. Sekarang kami sudah membangun 20 unit rumah contoh karena memang dibutuhkan banyak orang untuk membangun sekian banyak unit rumah," tegas Fredy. Untuk membangun 1 unit rumah, dibutuhkan 1 tim yang terdiri dari 4 orang yang dapat menyelesaikannya dalam 1 hari. Itu berarti, untuk menyelesaikan 3.000 unit rumah maka dibutuhkan waktu sekitar 10 bulan. Jelas waktu itu terlalu lama. Fredy berharap akan mendapatkan tambahan anggota tim agar pembangunan RISHA bisa berjalan lebih cepat. 1 unit rumah RISHA membutuhkan biaya sekitar Rp 22 juta yang terdiri atas struktur fondasi dan 138 panel beton, serta atap. Sisanya bisa dilakukan oleh masyarakat setempat, mulai dari dinding hingga ruangan di dalam rumah. Sebagai peneliti, Fredy menyarankan rumah RISHA dengan struktur panel beton ini dipadukan dengan dinding rangka bambu berjarak 5 cm yang dilapisi dengan semen. "Bambu adalah kearifan lokal yang memiliki uji tarik setara dengan besi, sehingga kuat menahan getaran gempa dan menyeimbangi struktur panel beton yang sudah sangat kuat," rinci Fredy. Dinding rangka bambu yang dipadukan pada struktur rumah telah diuji secara empiris selama 30 tahun di Bali. Banyak juga penelitian mengenai dinding rangka bambu, sehingga sangat cocok jika dipadukan dengan struktur panel beton RISHA. Fredy yang juga alumni Asian Institute of Technology Thailand itu menambahkan, penggunaan bata, triplek, ataupun silika box juga bisa dilakukan, namun dinding hasilnya tidak terlalu tahan getaran. Sehingga meskipun struktur kuat menahan bangunan tetap berdiri tegak, namun dinding tetap bisa runtuh ketika gempa datang. Selain Fredy Kurniawan yang menjadi aplikator Rumah Tahan Gempa untuk membantu korban gempa Lombok, Universitas Narotama Surabaya juga membuka posko bantuan untuk gempa Lombok sejak gempa pertama terjadi. Bambang Arwanto, S.H.,M.H., Koordinator Posko Bantuan Gempa Lombok menyampaikan bahwa Universitas Narotama Surabaya sudah menyalurkan sebesar Rp 30 juta pada 17 Agustus 2018 lalu. "Saat ini berlanjut untuk gelombang ke 2," tutur Bambang Arwanto, Selasa (4/9/2018).(tok/ipg)


Sumber : Suarasurabaya.net

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.